Setiap daerah di Indonesia memiliki tradisi adatnya masing-masing, yang
menjadi satu kearifan lokal daerah tersebut. Dalam masyarakat Jawa terdapat
berbagai macam tradisi adat dari mulai kelahiran, pernikahan, sampai kematian
juga ada tradisi saat hari-hari besar keagamaan. Dalam berbagai tradisi itu selalu ada makanan khas yang disajikan sebagai
pendamping saat prosesi berlangsung.
Dalam edisi ke-15 #30DWC ini, saya ingin berbagi tentang makanan khas Jawa
dan filosofinya dalam tradisi syawalan. Disarikan dari Ceramah KH. Anwar Zahid Bojonegoro,
Jawa Timur.
7 makanan khas Jawa yang sering disajikan saat hari besar keagamaan dalam
hal ini tradisi syawalan. Dipilih angka 7 ini dimaksudkan sebagai pitu=pituduh
(petunjuk), pitutur (nasehat), dan pitulungan (pertolongan). 7 makanan khas ini
tak hanya enak di lidah, tapi ternyata mengandung arti filosofi yang bisa
mengajarkan banyak hal baik, 7 jenis makanan khas ini diantaranya:
1.
Kupat,
singkatan dari ngaku lepat (mengaku salah)
Kupat atau Ketupat adalah makanan yang selalu
tersaji saat Lebaran. Terbuat dari beras yang dibungkus dengan daun kelapa muda
(janur=jati ning nur=cahaya sejati). Filosofi dari “ngaku lepat” ini adalah
bahwa kita sebagai manusia tidak boleh selalu merasa benar dalam hidup ini, kita
harus ngaku lepat (mengakui kesalahan). Makanya kupat ini kurang afdhol kalau
tidak dimakan pas lebaran pas kita saling bermaafan dan mengakui kesalahan.
2.
Lepet,
singkatan dari disilep sing rapet
(dikubur yang rapat)
Makanan khas lainnya yaitu lepet, makanan yang
tampilannya menyerupai bentuk mayat, karena makanan ini ditali 3 melingkar
seperti kain kafan. Makanan ini terbuat dari beras ketan dicampur kelapa, dan kacang merah yang dibungkus dengan daun
pisang. Lepet berarti “disilep sing rapet” (dikubur yang rapat) maksudnya
setelah kita mengakui kesalahan dan meminta maaf kemudian kesalahan yang ada
itu dikubur yang rapat agar tidak menjadi dendam dan terbawa sampai mati.
3.
Lontong,
singkatan dari olone dadi kothong (keburukannya sudah hilang=0-0)
Lontong ini biasa disajikan dengan sayur opor atau
sayur lodeh tumis. Lontong juga enak bila dimakan dengan rujak, sate, bakso,
sup dan sebagainya. Lontong terbuat dari beras yang dibungkus daun pisang, karena
teksturnya yang lembut saat dimakan menjadi penganti dari nasi. Filosofi lontong “olone dadi kothong” ini
erat kaitannya dengan bulan Romadhon (bulan sebelum syawal). Seperti kita tahu
bulan Romadhon adalah bulan peleburan dosa, setelah berpuasa sebulan penuh
hingga akhirnya kembali fitrah (kembali suci). Makanya disebut olone dadi
kothong (keburukannya sudah hilang /ga ada/kosong)
4.
Santen,
singkatan dari sing salah nyuwun ngapunten (siapapun yang salah harus minta
maaf)
Santen biasa dibuat sebagai duduh (kuah) pendamping
lontong atau kupat. Santan adalah parutan buah kelapa tua yang diparut diambil
airnya. Santen mempunyai makna “sing salah nyuwun ngapunten” maksudnya dalam
lebaran siapapun yang mengaku salah haruslah meminta maaf.
5.
Kolak
(Pala Pendem)
Kolak biasa berisi santen, umbi-umbian (singkong
dan ketela) dan daun pandan wangi sebagai penamba aroma. Ada juga yang menambahkan buah nangka, kacang ijo atau
pisang untuk menambah kelezatannya. Umbi-umbian tadi dalam bahasa Jawa disebut
pala pendem. Pala pendem ini mengandung makna filosofi bahwa semua manusia pada
akhirnya akan dipendem atau dikubur. Maka sebelum waktu itu tiba persiapkanlah
dengan berbuat baik dan melakukan kewajiban kita.
6.
Lemper,
singkatan dari yen dielem atimu ojo memper (bila dipuji jangan sombong)
Lemper, makanan yang hampir tak pernah absen
setiap ada acara-acara besar di Jawa. Makanan yang terbuat dari beras ketan
dengan isian abon sampai daging ayam ini biasa dibungkus dengan daun pisang
yang masih mudah berwarna cerah (hijau pupus). Selain rasanya yang enak, makanan
ini juga terdapat nilai filosofi yang dalam, lemper “yen dielem atimu ojo
memper” maksudnya ketika mendapat pujian/sanjungan dari orang lain, hati tidak
boleh jadi sombong atau membanggakan diri. Karena biasanya karena pujian kita
jadi lupa diri dan mengganggap orang lain tidak ada apa-apanya. Makanya kita
diingatkan oleh lemper (yen dielem atimu ojo memper)
7.
Apem
(maaf)
Istilah apem ini berasal dari bahasa Arab afwun
yang artinya ampunan/maaf. Karena lidah orang jawa yang kesulitan melafadzkan
bahasa Arab, mereka menyebutnya apem. Apem terbuat dari tepung beras yang
diberi ragi tape yang berbentuk bundar. Bundar atau bulat ini dilambangkan
sebagai tempat berdoa (sarana penghubung kepada Tuhan). Makanya dalam setiap
hajatan masyarakat Jawa makanan ini hukumnya wajib ada. Makna filosofisnya
sendiri, apem merupakan simbol tempat berdoa, tolak bala’ dan permohonan
ampun/maaf.
Subhanallah, tak disangka 7 makanan khas ini tak hanya enak dimakan lezat
di lidah, tetapi juga menyimpan makna filosofi kehidupan yang mendalam. Mungkin
ada makanan khas lain yang kamu tahu dan terdapat filosofi di dalamnya? Silahkan
share di kolom komentar
Mari lestarikan tradisi daerah kita
Semoga bermanfaat
Cahaya Fitria untuk #30DWC15
290216
Tidak ada komentar:
Posting Komentar