Senin, 29 Februari 2016

Belajar dari 7 Makanan Khas Jawa (Tradisi Syawalan)



Setiap daerah di Indonesia memiliki tradisi adatnya masing-masing, yang menjadi satu kearifan lokal daerah tersebut. Dalam masyarakat Jawa terdapat berbagai macam tradisi adat dari mulai kelahiran, pernikahan, sampai kematian juga ada tradisi saat hari-hari besar keagamaan. Dalam berbagai tradisi itu selalu ada makanan khas yang disajikan sebagai pendamping saat prosesi berlangsung. 

Dalam edisi ke-15 #30DWC ini, saya ingin berbagi tentang makanan khas Jawa dan filosofinya dalam tradisi syawalan. Disarikan dari Ceramah KH. Anwar Zahid Bojonegoro, Jawa Timur.
7 makanan khas Jawa yang sering disajikan saat hari besar keagamaan dalam hal ini tradisi syawalan. Dipilih angka 7 ini dimaksudkan sebagai pitu=pituduh (petunjuk), pitutur (nasehat), dan pitulungan (pertolongan). 7 makanan khas ini tak hanya enak di lidah, tapi ternyata mengandung arti filosofi yang bisa mengajarkan banyak hal baik, 7 jenis makanan khas ini diantaranya:

1.       Kupat, singkatan dari ngaku lepat (mengaku salah)
 
Kupat atau Ketupat adalah makanan yang selalu tersaji saat Lebaran. Terbuat dari beras yang dibungkus dengan daun kelapa muda (janur=jati ning nur=cahaya sejati). Filosofi dari “ngaku lepat” ini adalah bahwa kita sebagai manusia tidak boleh selalu merasa benar dalam hidup ini, kita harus ngaku lepat (mengakui kesalahan). Makanya kupat ini kurang afdhol kalau tidak dimakan pas lebaran pas kita saling bermaafan dan mengakui kesalahan.

2.       Lepet, singkatan dari disilep  sing rapet (dikubur yang rapat)
Makanan khas lainnya yaitu lepet, makanan yang tampilannya menyerupai bentuk mayat, karena makanan ini ditali 3 melingkar seperti kain kafan. Makanan ini terbuat dari beras ketan dicampur kelapa, dan  kacang merah yang dibungkus dengan daun pisang. Lepet berarti “disilep sing rapet” (dikubur yang rapat) maksudnya setelah kita mengakui kesalahan dan meminta maaf kemudian kesalahan yang ada itu dikubur yang rapat agar tidak menjadi dendam dan terbawa sampai mati.

3.       Lontong, singkatan dari olone dadi kothong (keburukannya sudah hilang=0-0)
Lontong ini biasa disajikan dengan sayur opor atau sayur lodeh tumis. Lontong juga enak bila dimakan dengan rujak, sate, bakso, sup dan sebagainya. Lontong terbuat dari beras yang dibungkus daun pisang, karena teksturnya yang lembut saat dimakan menjadi penganti dari  nasi. Filosofi lontong “olone dadi kothong” ini erat kaitannya dengan bulan Romadhon (bulan sebelum syawal). Seperti kita tahu bulan Romadhon adalah bulan peleburan dosa, setelah berpuasa sebulan penuh hingga akhirnya kembali fitrah (kembali suci). Makanya disebut olone dadi kothong (keburukannya sudah hilang /ga ada/kosong)

4.       Santen, singkatan dari sing salah nyuwun ngapunten (siapapun yang salah harus minta maaf)
Santen biasa dibuat sebagai duduh (kuah) pendamping lontong atau kupat. Santan adalah parutan buah kelapa tua yang diparut diambil airnya. Santen mempunyai makna “sing salah nyuwun ngapunten” maksudnya dalam lebaran siapapun yang mengaku salah haruslah meminta maaf.

5.       Kolak (Pala Pendem)
Kolak biasa berisi santen, umbi-umbian (singkong dan ketela) dan daun pandan wangi sebagai penamba aroma. Ada juga  yang menambahkan buah nangka, kacang ijo atau pisang untuk menambah kelezatannya. Umbi-umbian tadi dalam bahasa Jawa disebut pala pendem. Pala pendem ini mengandung makna filosofi bahwa semua manusia pada akhirnya akan dipendem atau dikubur. Maka sebelum waktu itu tiba persiapkanlah dengan berbuat baik dan melakukan kewajiban kita.
   
6.       Lemper, singkatan dari yen dielem atimu ojo memper (bila dipuji jangan sombong)
Lemper, makanan yang hampir tak pernah absen setiap ada acara-acara besar di Jawa. Makanan yang terbuat dari beras ketan dengan isian abon sampai daging ayam ini biasa dibungkus dengan daun pisang yang masih mudah berwarna cerah (hijau pupus). Selain rasanya yang enak, makanan ini juga terdapat nilai filosofi yang dalam, lemper “yen dielem atimu ojo memper” maksudnya ketika mendapat pujian/sanjungan dari orang lain, hati tidak boleh jadi sombong atau membanggakan diri. Karena biasanya karena pujian kita jadi lupa diri dan mengganggap orang lain tidak ada apa-apanya. Makanya kita diingatkan oleh lemper (yen dielem atimu ojo memper)

7.       Apem (maaf)
Istilah apem ini berasal dari bahasa Arab afwun yang artinya ampunan/maaf. Karena lidah orang jawa yang kesulitan melafadzkan bahasa Arab, mereka menyebutnya apem. Apem terbuat dari tepung beras yang diberi ragi tape yang berbentuk bundar. Bundar atau bulat ini dilambangkan sebagai tempat berdoa (sarana penghubung kepada Tuhan). Makanya dalam setiap hajatan masyarakat Jawa makanan ini hukumnya wajib ada. Makna filosofisnya sendiri, apem merupakan simbol tempat berdoa, tolak bala’ dan permohonan ampun/maaf.

Subhanallah, tak disangka 7 makanan khas ini tak hanya enak dimakan lezat di lidah, tetapi juga menyimpan makna filosofi kehidupan yang mendalam. Mungkin ada makanan khas lain yang kamu tahu dan terdapat filosofi di dalamnya? Silahkan share di kolom komentar
Mari lestarikan tradisi daerah kita 


Semoga bermanfaat 

Cahaya Fitria untuk #30DWC15
290216

Tidak ada komentar:

Posting Komentar